Prau via Dwarawati, Pendakian dengan Trek Bersahabat
Gunung Prau merupakan salah satu gunung berapi yang terdapat di Jawa Tengah. Jalur pendakian yang cukup populer adalah melalui Dwarawati, yang dikenal dengan panorama alamnya yang indah. Berikut ini informasi lengkap mengenai kondisi jalur pendakian Gunung Prau via Dwarawati, rekomendasi waktu, kondisi jalur dan durasi pendakian sebagai referensi untuk pembaca garisbatas.
|
Gunung Prau adalah gunung dengan ketinggian 2,652mdpl, terletak di dataran tinggi Dieng. Gunung ini berada di antara kabupaten Batang, Kendal dan Wonosobo di Jawa Tengah. Namanya sebenarnya berasal dari kata "perahu", karena bentuk gunung ini menyerupai perahu yang dibalik. Beberapa waktu yang lalu saya beserta keluarga sempat traveling ke gunung Prau via Dwarawati atau biasa juga disebut Prau via Dieng Kulon. Sebenarnya ada beberapa jalur pendakian menuju ke puncak gunung Prau, seperti via Patak Banteng, via Kalilembu dan via Wates, namun saya pilih jalur Dwarawati karena jalur ini tergolong tidak terlalu terjal namun sedikit lebih jauh dibanding jalur lainnya, selain itu area basecampnya adalah area wisata dataran tinggi Dieng sehingga bisa sekaligus mengunjungi beberapa objek wisata.
Sabana di puncak Prau |
Gunung Prau dan Persiapan Pendakian
Sunrise terindah yang ada di Indonesia, ya ada di puncak Gunung Prau......kata-kata tersebut sering saya dengar dan itu yang menjadi semangat kami untuk mendaki ke gunung Prau. Dari beberapa referensi di internet yang kami pelajari, pendakian gunung Prau via Dwarawati akan memakan waktu kurang lebih 2,5 hingga 3 jam dari basecamp hingga ke puncak, sehingga untuk mendapat waktu yang tepat melihat sunrise di puncak gunung Prau, kami harus mulai pendakian jam 2 pagi. Sehari sebelum keberangkatan, kami sekeluarga sudah tiba di dataran tinggi Dieng dan menginap di salah satu penginapan yang ada di sana. Di sekitar Dieng, banyak sekali penginapan yang jenisnya semacam guest house, pendaki atau wisatawan di sana bisa menyewa penginapan berupa kamar ataupun full 1 rumah. Harga penginapan juga tidak terlalu mahal, saya hanya perlu membayar 600 ribu untuk menyewa full 1 rumah untuk menginap 3 hari 2 malam sudah dengan fasilitas 3 kamar tidur, 2 kamar mandi, TV dan akses internet. Pendakian kali ini sebenarnya bukan hanya saya dan keluarga saja, namun ada beberapa rekan sekantor yang juga akan mendaki gunung Prau bersama, namun mereka menginap di penginapan yang berbeda dengan keluarga saya.
Rencana pendakian yang kami siapkan sebelumnya (click untuk diperbesar) |
Tepat jam 1 dini hari, saya beserta keluarga yang terdiri dari istri dan 2 orang anak saya berangkat menuju basecamp Dwarawati (2,103mdpl) dengan menggunakan mobil dijemput oleh teman-teman lainnya yang juga sudah siap mendaki. Jalan menuju basecamp sudah beraspal bagus, namun memang kecil hanya bisa dilewati pas-pasan 2 mobil berlawanan arah. Sepanjang perjalanan menuju basecamp didominasi oleh ladang-ladang kentang milik warga sekitar. Tidak sampai 10 menit, kami tiba di basecamp dan langsung bertemu dengan Mas Uden yang akan menjadi guide kami selama pendakian hingga ke puncak. Oh ya...seminggu sebelumnya saya dikenalkan dengan Mas Uden yang merupakan kakak dari Mas Rudi sebagai pemilik penginapan yang kami tempati. Mas Uden membantu kami dalam mengurus pendaftaran dan perizinan pendakian (SIMAKSI). Selain perizinan, kami juga harus menyiapkan surat keterangan sehat dari dokter dan karena masih dalam suasana pandemic Covid-19, kami juga diwajibkan menunjukan sertifikat vaksin. Sebelum pendakian, Mas Uden memberikan briefing singkat terkait jalur, kondisi trek dan durasi waktu yang dibutuhkan antar POS. Mas Uden juga menjelaskan bahwa jalur pendakian gunung Prau via Dwarawati ini tidak memiliki sumber air sepanjang perjalanan hingga ke puncak, sehingga kita perlu membawa persediaan air sejak dari basecamp.
Pendakian Gunung Prau Malam Hari
Karena berjalan di malam hari, pendakian kami dilengkapi dengan penerangan berupa senter agar jalur pendakian dapat terlihat. Perjalanan dari basecamp menuju POS 1 pada awalnya sedikit menanjak berupa tanah berundak-undak, namun setelah berjalan kurang lebih 10menit, tanjakan sudah mulai banyak yang landai. Walaupun hanya diterangi dengan sinar senter, namun masih terlihat di beberapa area terdapat ladang-ladang penduduk sekitar dan pepohonan yang masih belum terlalu lebat. Dari referensi yang pernah kami baca, jalur Dwarawati terkenal sepanjang jalur yang banyak ditemui bunga Daisy, namun karena kami berjalan malam hari, keindahan tersebut tidak terlihat. Setelah mendaki kurang lebih 30menit, akhirnya kita tiba di POS 1 (Cemoro Dongkar) yang berada di ketinggian 2,280mdpl.
Kondisi jalur dari POS 1 menuju POS 2 (Semendung) sudah mulai agak rapat dengan pepohonan dan sudah terdapat banyak pohon-pohon besar, sisi kanan berupa lereng gunung dan sisi kiri jurang yang samar-samar terlihat perbukitan di seberangnya. Saya rasa jalur tersebut pasti sangat indah ketika dilihat di siang hari. POS 2 di ketinggian 2,394mdpl ditempuh dalam waktu kurang lebih 30menitan. Di POS 2 terdapat tugu yang menandakan perbatasan antara kabupaten Batang dan Wonosobo.
Setelah POS 2, vegetasi berubah menjadi hutan pinus yang tinggi-tinggi dan besar, pijakan masih berupa tanah padat, namun banyak akar-akar pinus di sepanjang jalur. Di salah satu bagian, ada area yang disebut dengan akar cinta, entah kenapa disebut demikian, yang jelas tanah di lokasi tersebut memang dipenuhi dengan akar-akar pinus yang bentuknya sangat kompleks, namun tidak jauh setelah melewati akar cinta, jalur sudah mulai terbuka di sisi kanan dan agak landai. Di jalur ini juga kita temui persimpangan jalur yang menuju ke menara pemancar, namun pendaki dilarang memasuki jalur tersebut. POS 3 berada di ketinggian 2,518mdpl berupa area agak lapang di sekitar pepohonan pinus.
Akar Cinta |
Dari POS 3, jalur menuju puncak Prau lebih landai dari jalur sebelumnya, sisi kiri dan kanan sudah terbuka menyebabkan hembusan angin besar yang dingin cukup terasa hingga ke tulang, dari atas lampu-lampu di pemukiman penduduk di bawah sudah terlihat. Walaupun sudah cenderung landai namun para pendaki tetap harus berhati-hati jangan sampai tersandung karena sepanjang jalur banyak terdapat batu-batu besar. Mendekati ke puncak gunung, jalanan berbatu agak terjal dan sempit, perlu ekstra hati-hati ketika melewati jalur tersebut.
Jalur ketika sudah mendekati puncak Prau |
Puncak Prau dan Sunrise Camp
Akhirnya tepat jam 5 pagi sampai juga kami di puncak gunung Prau yang hanya berupa area lapang dengan plang bertuliskan Selamat Datang di Puncak Prau. Namun perjalanan belum cukup sampai di sini, kami masih perlu melanjutkan ke camp sunrise dimana biasanya para pendaki mengambil foto dan mendirikan tenda. Tidak disarankan mendirikan tenda di puncak Prau karena area yang sangat terbuka menyebabkan hembusan angin cukup kencang.
Puncak Prau |
Sabana di puncak Prau |
Kabut tebal menyelimuti Sunrise Camp |
Dari puncak Prau menuju ke Sunrise Camp berjarak kurang lebih 1km, bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih 20menit berupa sabana naik turun landai. Di beberapa bagian, jalur di sabana memiliki rerumputan yang cukup tinggi, pendaki harus berhati-hati jangan sampai kehilangan jalur, apalagi ketika berjalan di kegelapan malam. Saya sempat tersesat hingga kesasar menuju ke pinggir jurang karena jalur yang sebenarnya tidak terlihat akibat tertutup rumput, untungnya kami segera menyadari dan tidak melanjutkan jalur tersebut karena merasa rerumputannya semakin lebat. Hingga akhirnya jam 5.30 kami tiba di Sunrise Camp.
Walaupun belum bisa melihat sunrise, tapi kami tetap bersyukur |
Setelah menunaikan Sholat Subuh, kami menyiapkan perlengkapan untuk pengambilan foto-foto Sunrise di puncak Gunung Prau. Pada pendakian kali ini, memang kami tidak bermaksud bermalam di gunung Prau, hanya tek-tok saja, yang kami targetkan pada pendakian ini adalah melihat dan foto-foto sunrise di puncak Gunung Prau yang katanya sunrise terindah di Indonesia, namun sayangnya cuaca saat itu tidak mendukung, setelah kita tunggu hingga jam 8 pagi, langit Prau tetap ditutupi oleh kabut tebal, gunung-gunung di sekitar yang seharusnya menjadi pemandangan indah, sama sekali tidak terlihat karena tertutup kabut. Namun demikian kami tidak kecewa, kami tetap mengucapkan syukur kepada Sang Pencipta karena kami sudah berhasil mencapai puncak gunung Prau, mungkin di lain waktu akan kami coba lagi.
Terima kasih untuk rekan-rekan seperjuangan Bu Ramadhani dan Pak Achip, Pak Win dan Mba Widya, Pak Tito dan Rayyan, Pak Usman juga Mba Tati. Walaupun kita belum dapat Sunrise di gunung Prau, namun kita tetap merasakan kebersamaan, capek bersama, makan bersama, susah bersama dan bahagia bersama.
Note. Karena pendakian malam hari, foto-foto diambil ketika perjalanan turun di pagi hari.
Untuk para pembaca yang membutuhkan penginapan dan guide pendakian, bisa menghubungi Mas Rudi dan Mas Uden di nomor berikut:
Comments