Gunung Gede via Cibodas, Melintas Lebatnya Hutan Tropis

Pendakian Gunung Gede via Cibodas di kawasan Cianjur Jawa Barat adalah traveling yang kami ceritakan kali ini. Yeaaaa…..kita bisa berpetualang lagi sekeluarga, mata Rangga anak kami yang paling kecil berbinar-binar ketika melihat kalender yang sudah saya tandai dengan rencana perjalanan liburan kami. Saya memang sudah merencanakan dari jauh-jauh hari sebelumnya untuk berlibur bersama keluarga saat liburan akhir tahun yang kebetulan ketiga anak kami mendapat jadwal libur dari sekolahnya. Kenapa sih kok mendaki gunung ya, kenapa harus mencari liburan yang membuat lelah dan bersusah payah. Ya itulah keluarga kami yang suka mencari tantangan baru dalam memanfaatkan waktu liburan. Tapi jangan salah, kegiatan alam bebas lebih banyak memiliki nilai pendidikan dibanding hanya keliling dari mall ke mall di kota. Sebagai contoh mendaki gunung selain membuat anak-anak lebih mengenal alam, meningkatkan keterampilan dalam bertahan hidup, mendaki gunung juga dapat melatih mental anak-anak menjadi lebih sabar dalam menghadapi hidup dikemudian hari.

Gunung Gede
Gunung Gede (Photo by Fadhel Rabbani on Unsplash)

Persiapan Pendakian Gunung Gede

Pendakian kali ini kami dibantu oleh team dari Touareg Adventure dalam mengatur perijinan pendakian (SIMAKSI), persiapan sewa peralatan seperti sleeping bag dan tenda, porter pendakian hingga persiapan logistik bahan makanan selama perjalanan pendakian. Pendakian yang kami rencanakan adalah melalui jalur Cibodas, bermalam semalam di tenda hingga menuju ke puncak gunung dan kembali lagi melalui jalur yang sama dalam jangka waktu dua hari satu malam. Satu hari sebelum pendakian, kami bermalam di sebuah villa/hotel yang berada di kawasan Puncak Bogor, bukan hanya untuk sekedar dekat dengan pos awal pendakian, namun juga bertujuan agar kami membiasakan berada di udara dingin kawasan pegunungan, atau biasa disebut aklimatisasi. Hal lain yang juga kami persiapkan sebelumnya adalah pembuatan surat keterangan sehat dari klinik kesehatan.  Untuk ini kami menyempatkan diri untuk mampir ke sebuah klinik di kawasan Puncak untuk membuat surat tersebut.

Gede via Cibodas
Puncak Gn. Gede

pendakian gunung gede
Berfoto dulu bersama Kang Restu

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggupun tiba, pagi hari setelah sarapan yang cukup, kami menuju ke pos pendaftaran yang ada di samping area parkir Bumi Perkemahan Mandalawangi Cibodas untuk menukarkan bukti pendaftaran dengan SIMAKSI. Kang Restu yang akan menjadi guide kami selama pendakian sudah menunggu di lokasi tersebut untuk memberikan briefing singkat kepada kami terkait dengan kegiatan pendakian ini. Hal pertama yang kami lakukan adalah mengurus surat izin memasuki kawasan konservasi (SIMAKSI) sebagai surat izin pendakian gunung Gede. Selain SIMAKSI, ada surat pernyataan bermaterai yang juga harus ditandatangani oleh saya selaku pemimpin team pendakian. Karena ketiga anak kami masih berumur di bawah 17 tahun, kami harus membuat 2 surat pernyataan bermaterai, surat pernyataan pertama adalah pernyataan untuk bersedia mengikuti peraturan dan bertanggung jawab atas segala resiko pendakian, dan surat pernyataan kedua adalah pernyataan yang mengijinkan anak-anak di bawah umur untuk mengikuti kegiatan pendakian ini. Ketiga anak kami, Hanif (16 tahun), Shania (14 tahun) dan Rangga (9 tahun) masih dianggap di bawah umur berdasarkan peraturan pendakian setempat. Pada saat penyetoran surat keterangan sehat, petugas menjelaskan bahwa di salah satu peraturan pendakian menyatakan bahwa surat keterangan sehat harus dibuat dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendakian, terpaksa kami membuat kembali surat tersebut di klinik yang juga tersedia di situ dengan biaya Rp. 25rb per orang, surat keterangan sehat yang sudah kami buat sehari sebelumnya tidak dapat digunakan sebagai persyaratan mendaki.

Trek Awal, Trek Wisata ke Curug Cibeureum

Setelah perijinan beres, kami semua termasuk kang Restu menuju ke pintu pendakian yang ada di beberapa ratus meter sebelah Selatan Pintu 3 Kebun Raya Cobodas. Pendakian diawali dengan jalan setapak berupa bebatuan yang disusun menyerupai anak tangga. Di sepanjang kiri dan kanan berupa hutan lebat dengan pohon-pohon besar seperti pohon rasamala yang diselimuti dengan pohon pakis-pakisan. Kawasan Gunung Gede ini memang kawasan hutan hujan tropis, walaupun dalam kondisi kemarau panjang, hutan ini tetap dapat menjaga kelembabannya sepanjang tahun. Di trek awal yang merupakan jalur wisata ini juga banyak ditemui wisatawan yang bertujuan untuk berwisata ke air terjun Cibeureum, yaitu air terjun yang berada di kaki gunung gede di ketinggian 1,675mdpl. Beberapa menit setelah pintu masuk akan kita temui spot wisata danau biru, yaitu berupa danau yang memiliki air berwarna biru diakibatkan warna ganggang yang hidup di dasarnya. Tidak jauh dari danau biru, trek akan melintas sebuah jembatan panjang yang dibawahnya berupa rawa-rawa yang dipenuhi oleh pohon gayonggong (Phragmites karka), berdasarkan informasi yang kami dapat, rawa-rawa ini dulunya adalah kawah yang sudah mati. Spot ini menjadi spot yang sangat menarik untuk berfoto, jembatan rawa yang panjang dikelilingi oleh pepohonan hijau disertai latar belakang puncak gunung gunung Gede sangat indah dan instagramable untuk berselfie. Tahap awal pendakian diakhiri dengan Pos Penyangcangan, yaitu pos dimana lokasi pertigaan jalur air terjun dan puncak gunung Gede/Pangrango. Wisatawan yang bertujuan ke air terjun Cibeureum menuju jalan yang ke arah kanan sedangkan para pendaki menuju ke puncak gunung Gede/Pangrango mengambil jalan ke arah kiri. Di pos ini terdapat pedagang yang menjual air mineral, gorengan, mie instan dan potongan buah semangka, kami sempat beristirahat beberapa saat sebelum melanjutkan perjalanan ke trek berikutnya.

Jalur Extrim Pendakian Gunung Gede & Bermalam di Kandang Batu

pendakian gunung gede
Setelah melewati aliran air panas

Trek selanjutnya sudah mulai melelahkan karena sudah berupa trek pendakian gunung sesungguhnya, banyak tanjakan-tanjakan terjal, pohon tumbang maupun celah-celah bebatuan yang harus kami lewati. Sisi jalan selain berupa hutan lebat juga kadang-kadang berupa jurang yang penuh dengan pepohonan hutan. Pada tahap ini terdapat 5 pos yang kami lewati yaitu Rawa Denok 1 dan 2, Batu Kukus 1, 2 dan 3. Di beberapa spot, terdengar suara aliran air yang merupakan aliran sungai menuju curug Cibeureum. Spot berikutnya yang cukup extrim harus kami lewati adalah aliran air panas, spot ini berupa jalan licin berbatu menanjak sepanjang kurang lebih 20m di pinggir jurang yang merupakan aliran air panas. Sebelah kiri berupa tebing tinggi yang dilalui oleh air panas, sedangkan sebelah kanannya adalah jurang dalam yang juga dialiri oleh air panas tersebut. Sepanjang jalur ini dipasang tiang-tiang pengaman yang dihubungkan dengan kawat besi tempat para pendaki berpegangan agar tidak jatuh ke jurang. Jarak pandang pada jalur ini juga sangat terbatas karena uap air panas menyelimuti sepanjang jalur tersebut. Tidak jauh dari lintasan air panas, terdapat pos berupa shelter dengan nama pos air panas. Di sisinya ada kolam yang berisi aliran dari air panas tersebut, banyak pendaki yang berhenti sejenak di shelter ini untuk sekedar merendam kaki di kolam tersebut.

Tidak jauh dari pos air panas, kami temui pos Kandang Batu, di pos ini kami bertemu dengan porter yang membawakan perlengkapan tenda, mereka sudah sampai terlebih dahulu di pos ini. Rencana kami sebelumnya, kami akan bermalam di pos Kandang Badak yang merupakan pos selanjutnya setelah pos Kandang Batu, namun berdasarkan informasi yang kami dapat dari porter kami, pos Kandang Badak saat itu sudah penuh dengan tenda-tenda para pendaki yang sudah sampai terlebih dahulu, sehingga kami memutuskan untuk bermalam di pos Kandang Batu. Di area camp Kandang Batu terdapat toilet yang sudah tidak terawat sehingga tidak dapat digunakan lagi, jika akan buang air terpaksa kami harus berjalan turun agak jauh menuju aliran sungai air panas, jalanpun harus berhati-hati, Kakak Hanif sempat terjeblos ke dalam lumpur sedalam paha orang dewasa ketika melintas di pinggir sungai. Malam itu kami bermalam di tenda, cuaca agak sedikit mendung dan dingin karena kami sudah berada di ketinggian kurang lebih 2,220mdpl, namun kami tetap harus tidur yang cukup agar dapat melanjutkan perjalanan ke puncak gunung Gede keesokan paginya.

pendakian gunung gede
Pos Kandang Badak

Pagi hari jam 8 pagi setelah sarapan pagi, kami bersiap untuk melanjutkan pendakian menuju puncak Gunung Gede. Untuk menuju puncak, kami meninggalkan perlengkapan kami di tenda, barang yang kami bawa hanya air mineral, jas hujan dan obat-obatan saja. Pos berikutnya yang kami tuju adalah pos Kandang Badak, jalur yang dilewati semakin extrim berupa jalur bebatuan terjal, sungai dan aliran air. Di jalur itu kami juga melewati sebuah air terjun kecil dengan nama curug Panca Weuleuh, ini adalah air terjun tertinggi yang berada di kawasan Gunung Gede, karena sudah berada di ketinggian lebih dari 2,200mdpl. Beberapa saat sebelum mencapai Kandang Badak, kondisi jalan berubah menjadi jalan rata yang cukup lebar dan hanya menanjak landai. Ternyata benar info yang diberikan porter kami, di Kandang Badak suasana sangat ramai dengan para pendaki yang mendirikan tenda di sana, untuk mengisi botol air persediaan kami dari sumber air yang ada di sana saja kami harus mengantri dengan para pendaki lainnya. Oh ya, di Kandang Badak ini juga terdapat pedagang yang menjual air mineral, minuman instan serta gorengan, jadi pendaki yang kehabisan logistik bisa membeli di sini.

pendakian gunung gede
Persimpangan Puncak Gunung Gede dan Gunung Pangrango

Trek berikutnya adalah trek menuju ke puncak Gunung Gede, ini adalah trek terberat yang harus kami lalui, trek berupa jalan tanah, batu dan akar pohon yang terjal, sangat sedikit sekali jalur datar di trek tersebut. Semakin dekat ke puncak gunung, pohon-pohon yang ditemui  sudah semakin pendek-pendek yang didominasi oleh pohon cantigi (Vaccinium Varingifolium), yaitu tumbuhan berdaun tebal yang dapat hidup di tanah yang minim nutrisi. Di jalur ini kami juga menemui pertigaan yang memisahkan jalur menuju ke Puncak Gede dan Puncak Pangrango, jalur yang kami ambil adalah jalur ke kiri yang merupakan jalur menuju ke puncak Gunung Gede. Tidak jauh dari pertigaan tersebut, kami temui tanjakan yang merupakan tanjakan paling terjal yang ada di jalur pendakian melalui Cibodas, orang biasa menyebutnya tanjakan setan atau tanjakan rante. Entah apa yang menjadi sejarah tanjakan ini disebut dengan tanjakan setan, namun bukan berarti tanjakan ini menjadi tempat para setan di situ, tapi kondisi yang sebenarnya adalah tanjakan extrim dengan sudut kemiringan sekitar 70 derajat. Untuk naik melalui tanjakan ini sudah disediakan tiang-tiang besi dengan kawat-kawat besi sebagai peganggan para pendaki yang melintas jalur ini. Adanya kawat-kawat besi itulah yang menyebabkan nama lain tanjakan ini disebut denga tanjakan rante. Butuh konsentrasi tinggi serta sangat menguras tenaga saat melintas tanjakan tersebut. Trek terakhir ini jauh lebih extrim dibanding pendakian terakhir saya beberapa tahun sebelumnya. Informasi dari kang Restu, trek di atas ini memang sangat banyak berubah akibat adanya badai dahlia beberapa tahun sebelumnya. Badai tersebut menyebabkan banyak terjadi longsor dan pohon tumbang di jalur pendakian bagian atas, sehingga banyak terbentuk jalur baru yang cukup extrim.

pendakian gunung gede
Tanjakan setan / tanjakan rante

Akhirnya Sampai di Puncak Gunung Gede

pendakian gunung gede
Rangga di puncak Gunung Gede

Setelah pendakian kurang lebih 3 jam, kami mulai memasuki kawasan puncak Gunung Gede, trek yang kami lintasi berubah menjadi jalan setapak berupa gigir kawah dengan posisi sebelah kiri adalah jurang dalam kawah Gunung Gede dan sebelah kanan adalah jurang yang dipenuhi pohon cantigi. Memasuki kawasan puncak ini, ternyata ada satu pedagang yang berjualan air mineral, gorengan, potongan buah semangka dan mie instan. Saya sempat ngobrol sebentar dengan pedagang di sana, mereka mengatakan bahwa mereka berada di sana hanya di weekend saja, perlengkapan seperti tenda, kompor dan peralatan masak ditinggal di atas, para pedagang mendaki membawa barang dagangan setiap awal weekend dan kembali turun di akhir weekend. Mungkin ini adalah salah satu usaha mencari uang yang penuh dengan perjuangan :). Setelah membayar beberapa potong gorengan, kami melanjutkan perjalanan yang tinggal sedikit lagi. Sepanjang gigir kawah telah disiapkan besi berkawat sebagai pengaman pendaki melintas jalan tersebut. Kurang lebih 20 menit berjalan di gigir kawah, akhirnya kami mencapai puncak Gunung Gede di ketinggian 2,958mdpl yang berupa area datar dengan tugu bertuliskan “Puncak Gede”. Sayangnya saat itu kabut di sekeliling kawah Gunung Gede cukup tebal, sehingga pemandangan sekitar puncak gunung tertutup oleh kabut tebal. Di sekitaran puncak terdapat beberapa pendaki yang mendirikan tenda untuk bermalam di sana, wow…..bisa dibayangkan bagaimana dinginnya ketika malam dan pagi hari berada di puncak.

Setelah berfoto ria di puncak gunung, akhirnya kami kembali turun dengan melintas jalur yang sama dengan jalur pendakian sebelumnya, waktu yang dibutuhkan untuk melintas jalur turun lebih cepat dibanding saat mendaki, hanya butuh waktu kurang lebih 2.5jam, kami sudah sampai di Kandang Batu tempat tenda kami berada. Namu kami tidak berniat bermalam lagi di gunung, setelah makan untuk mengembalikan energi, kamipun mengepack semua peralatan dan perlengkapan kami untuk segera turun. Perjalanan turun tidak kalah menantangnya dibanding saat mendaki, selain diterpa hujan, bertemu dengan kawanan babi hutan, hari juga sudah mulai gelap, untungnya kami sudah mempersiapkan alat penerangan berupa senter. Jam 10 malam akhirnya kami tiba di pos pemeriksaan tempat kami mulai mendaki di hari sebelumnya. Perjalanan yang cukup melelahkan, butuh 2 hari untuk menghilangkan lelah dan pegal-pegal setelah pendakian tersebut. Namun kami tidak kapok, tunggu cerita trip kami berikutnya yaaa…..



Comments