Mendaki Gunung Papandayan Bersama Keluarga

Hiking, mendaki gunung, trekking dan lain-lain…..pasti banyak pembaca yang sudah berpengalaman, apalagi yang menjadi anggota pencinta alam di kampus atau sekolahnya, pasti sudah tidak asing lagi dengan yang namanya hiking. Tapi apakah pembaca pernah trekking atau mendaki gunung bersama dengan keluarga, bersama istri dan anak-anak…….nah pada kesempatan kali ini, saya akan berbagi pengalaman saya bersama keluarga saat  mendaki gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat. Saya bersama istri, anak pertama (laki-laki, 14 tahun), anak kedua (perempuan, 11 tahun) dan anak laki-laki terakhir saya yang baru berumur 7 tahun mencoba mengulas pengalaman kami ketika trekking bersama ke gunung Papandayan.

Gunung untuk Pemula

Kenapa saya pilih mendaki Gunung Papandayan, ya….karena Gunung Papandayan adalah gunung yang memiliki jalur trekking yang cenderung tidak terlalu sulit dan cukup bersahabat dengan pemula yang baru pertama kali naik gunung. Pada saat itu, istri dan anak-anak saya sebelumnya belum pernah trekking naik gunung. Selain itu, gunung Papandayan juga relatif tidak terlalu jauh dari Depok tempat tinggal kami.

Kami berangkat dari Depok sekitar jam 4 pagi menggunakan kendaraan pribadi, mampir ke rest area KM19 toll Jakarta – Cikampek untuk Sholat Subuh. Perjalanan dari Depok ke kota Garut cukup lancar, tidak ada kemacetan yang berarti. Sekitar jam 8.30 pagi kami sudah berada di sekitar kota Garut. Perjalanan selanjutnya adalah menuju ke desa Cisurupan, yaitu desa terakhir sebelum pintu masuk yang masih dapat dilalui oleh kendaraan roda empat. Jaraknya lumayan jauh dari pusat kota Garut, sekitar 15KM. Ternyata kota Garut saat ini sudah sama seperti Jakarta, kondisi macet parah, 15KM tadi kami tempuh selama kurang lebih 3 jam sampai di desa Cisurupan. Jalan desa dari jalan utama hingga ke Camp David sudah lumayan bagus dibanding sebelum terjadinya erupsi 2002 lalu. Di pintu masuk, kami ditanya apakah akan berkemah atau hanya pulang pergi saja, karena tidak berkemah kami harus membayar tiket masuk sebesar Rp. 7.500 per orang, Kontribusi Asuransi sebesar Rp. 2.000 per orang dan Rp. 15.000 untuk kendaraan. Jika berkemah tarifnya berbeda, yaitu Rp. 12.500 per orang dan Kontribusi Asuransi Rp. 2.500 per orang per hari.

Mendaki Papandayan
Awal Pendakian

Tempat berikutnya adalah Camp David. Camp David adalah perkemahan yang berada tidak jauh dari pintu masuk dan tempat parkir kendaraan di area Gunung Papandayan. Di sini ternyata kami harus melakukan pendaftaran ulang lagi dengan biaya sebesar Rp. 7.000 per orang. Kami pun menyempatkan Sholat Dhuhur dulu di mushola kecil dekat perkemahan Camp David. Saat itu sedang dibangun Masjid berukuran cukup besar yang berada di sebelah mushola tersebut. Sebelum memulai trekking, kami menyiapkan logistik berupa makanan, minuman, jas hujan untuk persiapan jika hujan pada saat trekking, dan tentunya kamera untuk dokumentasi. Tepat jam 1 siang kami mulai berangkat trekking menuju puncak. 

Mendaki Papandayan
Kondisi medan awal pendakian

Melintas Kawah dan Trek Terjal

Setelah berjalan selama 30 menit di jalan yang menanjak landai dan berbatu, tempat berikutnya yang harus kami lalui adalah kawah Papandayan. Kawah gunung Papandayan memang tidak berada di puncak yang paling tinggi, melainkan menyebar di area tertentu. Di kawasan kawah, beberapa titik masih mengeluarkan lava mendidih dan asap yang mengandung belerang, kami sampai harus menggunakan masker untuk menghindari asap belerang tersebut. Setelah kira-kira 45 menit berjalan melintasi kawah, sampailah kami di ujung kawah, disitu terdapat 2 jalur menuju ke hutan mati, dapat melalui jalur normal ke arah kanan yang cukup landai namun lebih jauh dan memutar atau jalur kiri yang cukup terjal namun lebih singkat. Setelah berdiskusi dengan keluarga, akhirnya kami memutuskan naik dengan menggunakan jalur sebelah kiri yang lebih terjal namun singkat ini.

Tanjakan di jalur ini cukup lumayan, jalan berbatu dengan kemiringan sekitar 30 sampai 45 derajat, cukup membuat keringat bercucuran di udara yang dingin. Setelah kira-kira 30 menit menanjak di jalanan terjal ini, sampailah kami pada jurang yang sangat dalam, menurut informasi pendaki lain, dalamnya jurang tersebut kurang lebih 150m ke bawah dari posisi kami berdiri. Semua pendaki tidak ada yang berani terlalu dekat dengan pinggiran jurang. 10 Menit kemudian, akhirnya kami sampai di Hutan Mati, sebuah kawasan gersang yang hanya terdapat sisa-sisa batang pohon yang sudah mati.

Mendaki Papandayan
Hutan mati

Hutan Mati dan Pondok Saladah

Hutan mati dulunya adalah hutan biasa yang diisi dengan sebagian besar pohon cantigi, akibat erupsi pada tahun 2002 lalu, semua pepohonan di hutan tersebut terbakar dan mati. Walaupun suasana di hutan mati ini terkesan menyeramkan dan misterius, namun pemandangan di hutan mati cukup eksotik dan menampilkan panorama yang sangat menakjubkan, udara cukup dingin di area tersebut, karena ketinggian sudah mencapai lebih dari 2.600 mdpl. Di beberapa area masih terdapat genangan air yang mengandung kapur dan belerang. Di hutan mati ini kami sempatkan untuk berfoto-foto diantara pohon-pohon mati tersebut.

Mendaki Papandayan
Pondok Saladah

Tempat selanjutnya yang akan kita datangi adalah Pondok Saladah, dari hutan mati jaraknya tidak terlalu jauh dan cenderung menurun landai, walaupun kami sempat tersasar ke pinggir jurang dalam karena mengikuti jalur aliran air. Setelah melalui area yang masih banyak pohon cantigi yang masih hidup dan melewati sungai kecil, sampailah kami di Pondok Saladah. Pohon edelweis banyak bertebaran di sana, disana juga banyak para pendaki yang berkemah untuk sekedar melepas lelah atau bermalam. Sayangnya kami tidak sempat menuju ke Puncak Papandayan, saat itu waktu sudah menunjukan pukul 4 sore, kami hanya sempat berfoto-foto saja di area pondok saladah tersebut. Kami tidak memiliki banyak waktu karena memang kami tidak berniat untuk bermalam di sana. Berdasarkan informasi yang kami dapat sebelumnya, area kawah harus sudah bersih dari para pendaki sebelum jam 5 sore, karena dikhawatirkan kabut yang turun menghalangi arah jalan para pendaki. Dari pondok saladah, kami memutuskan untuk kembali turun dengan menggunakan jalur normal, jadi tidak melalui hutan mati seperti pada saat kita naik.

Mendaki Papandayan
Perjalanan turun melintasi hutan cantigi

Perjalanan turun melalui jalur normal tidak terlalu terjal, melewati jalan menurun di hutan cantigi, jalan datar dan masuk jalan menurun di hutan cantigi kembali, melewati sungai, hingga akhirnya menemui percabangan di ujung kawah yang kita lalui pada saat naik. Pada saat melewati kawah, jam sudah menunjukan pukul 5.30 sore hari, kabut sudah mulai turun, jarak pandang hanya kira-kira 5 meter di depan kami. Tepat jam 6 sore kami tiba kembali di Camp. David.

Berikut ini adalah foto-foto yang kami rangkum ketika kami mendaki gunung Papandayan

Demikian perjalanan tracking kami ke Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat. Walaupun lelah, perjalanan sangat berkesan dan menyenangkan. Semoga tulisan di atas bisa menginspirasi Anda untuk juga melakukan pendakian bersama keluarga. (MM)

 

 

Comments